Laman

CATATAN

...............................................

PERBANDINGAN PANEL SURYA LEN vs SHARP

Indonesia merupakan negara yang sangat potensial untuk menggunakan tenaga surya sebagai energi alternatif, karena terletak tepat di garis khatulistiwa. Di saat pasokan energi listrik masih byar-pett, PT Len
Industri (Persero) pun menggarap ceruk pasar ini.






Pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) adalah pembangkit yang memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penghasil listrik. Alat utama untuk menangkap, pengubah dan penghasil listrik adalah photovoltaic yang disebut secara umum modul / panel solar cell.Dengan alat tersebut sinar matahari diuubah menjadi listrik melalui proses aliran-aliran elektron negatif dan positif didalam cell modul tersebut karena perbedaan elektron. Hasil dari aliran elektron-elektron akan menjadi listrik DC yang dapat langsung dimanfatkan untuk mengisi battery / aki sesuai tegangan dan ampere yang diperlukan. Komponen inti dari sistem PLTS
ini meliputi peralatan modul solar cell, regulator / controller, aki (battery), inverter DC to AC, beban (load).
Rata-rata produk modul solar cell yang ada di pasaran menghasilkan tegangan 12 – 18 VDC dan ampere
0,5 – 7 Ampere. Modul juga memiliki kapasitas beraneka ragam mulai kapsitas 10–200 Watt Peak juga
memiliki tipe cell monocrystal dan polycrystal.

Setelah bertahun-tahun berkutat dengan perencanaan pengembangan industri sel surya dalam negeri, PT Len Industri pun menggarap lebih serius pasar energi surya yang dianggap masih menyisakan ceruk besar di Tanah Air.Kendati dari sisi pendapatan
perusahaan, kalah jauh dengan transportasi yang mengambil porsi 42 persen, pasar energi surya
menawarkan masa depan menjanjikan. Untuk itu, BUMN Strategis ini pun menginvestasikan Rp 300 miliar bagi pengembangan energi terbarukan, terutama untuk pabrik sel surya dan LED berkapasitas 50 megawatt per tahun.

Dengan langkah itu, perusahaan manufaktur elektronika itu menempatkan diri dalam industri
hulu energi surya. Sebagai akselerasi, mereka bakal menggandeng perusahaan engineering, procurement,
dan construction di bidang energi sejenis.Dalam estimasi Len, potensi kebutuhan energi kebutuhan bisa
mencapai 1 Gigawatt dalam 10 tahun mendatang, setara 100 MW per tahun.

Len juga siap mendukung langkah PLN menggantikan pembangkit kapasitas kecil dengan solar panel.Optimisme Len juga semakin menebal menyusul kebijakan pemerintah yang lebih memihak penggunaan energi alternatif. “Itu di antaranya melalui program Masterplan Program Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3I) dengan peran Len sebagai konektivi agent,” kata Dirut Len, Wahyuddin Bagenda di Bandung.

Produk sel surya Len selama ini di antaranya digunakan untuk fungsi penerangan di jalan strategis. Di luar
itu, lebih banyak diminta di daerah terpencil. Diharapkan, penggunaan sel surya bisa massal pula di perkotaan karena menyimpan peminat yang jauh lebih besar.Keberadaan pabrik PLTS ini akan
memberikan nilai ekonomis yang tinggi, baik bagi masyarakat perdesaan maupun perkotaan.
Bagi masyarakat perdesaan, katanya, pengembangan sel surya ini akan mampu meningkatkan
rasio elektrisitas listrik ke daerah, termasuk membantu kesejahteraan masyarakat. Bagi daerah perkotaan
bisa mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Diharapkan, pembangunan pabrik sudah dimulai awal 2010 di area PT Len, menggunakan teknologi thin flm.Dalam rancangannya,  pabrik yang lebih dikenal dengan nama pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) itu diperkirakan akan menelan investasi 125 juta dolar AS atau sekitar Rp 1,25 triliun. Kendati nilai investasinya sangat besar, Wahyuddin Bagenda meyakinkan balik modal akan terjadi setelah 3 tahun. “Kalau bicara jangka pendek, nilai investasi ini memang terlihat sangat mahal. Akan tetapi, jika jangka panjang, akan jauh lebih murah.”Pembangkit listrik ini juga tidak akan terpengaruh kondisi ekonomi dan harga minyak dunia.

Proyek PLTS ini telah diwacanakan sejak 1970.Satu megawatt tenaga matahari bisa menghasilkan energi hingga 1,5 juta kwh atau setara dengan 500 kiloliter bahan bakar minyak (BBM). Jika satu barel minyak diasumsikan 70 dolar AS, setiap 1 megawatt energi yang dihasilkan akan menghemat 300.000 dolar AS. Jika yang dihasilkan mencapai 50 megawatt per tahun, berarti Indonesia bisa menghemat hingga 15 juta dolar AS.

Menurut Ade Hermaka, Corporate Secretary PT Len Industri Persero, angka 50 megawatt hanyalah
permulaan. Ke depannya, setiap tahun akan mengalami peningkatan hingga 10 megawatt.
“Berdasarkan model yang telah kami susun bahkan bisa mencapai angka maksimal 90 megawatt per
tahun,” tuturnya. Sebagai gambaran, pemanfaatan modul sel surya untuk memenuhi kebutuhan 20-25 persen
energi PT Len. Sejak saat itu tagihan listrik PT Len turun dari Rp 60 juta lebih menjadi Rp 50 juta per bulan.



Potensi tenaga surya di Indonesia terhitung sangat besar dan diperkirakan bira menghasilkan
listrik hingga hitungan terawatt, jauh melebihi produksi PLN yang masih berada pada ukuran gigawatt.
Indonesia merupakan negara dengan serapan tenaga surya terbesar di ASEAN.
Untuk memenuhi bauran energi pada 2025, pemerintah menargetkan pemanfaatan sel surya hingga 1-2
gigawatt, 1,25-2,5 persen kebutuhan energi nasional. Namun, sejauh ini demand industri sel surya di Indonesia baru mencapai 10 megawatt. Nilai ekonomis baru tercapai pada angka 50 megawatt.

Dalam perkembangannya, sel surya juga bisa menjadi sumber pemasukan
masyarakat. Jika ke depannya Indonesia sudah memiliki kebijakan feed in tarif seperti di 40 negara lain,
masyarakat yang memasang solar sel di rumah atau kantor bisa menjual energi tersebut kepada PLN.
Executive Ofcer Group General Manager Environmental Protection Group Sharp Corp Muramatsu
Tetsuro mengatakan Indonesia merupakan negara yang potensial untuk menggunakan tenaga surya
sebagai energi alternatif karena terletak di garis khatulistiwa dengan intensitas cahaya yang memadai.“Dibandingkan Jepang, Indonesia memperoleh 2 kali lipat intensitas
cahaya matahari yang sangat mencukupi untuk penggunaan panel surya,” ujarnya dalam acara
Sharp Environmental Forum III di Gedung Widyasatwaloka, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Cibinong, Jawa Barat, Senin (28 November 2011)

Belakangan, pabrikan asal Jepang ini tertarik dengan pasar Indonesia. Sharp, seperti diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, telah ancang-ancang mengembangkan listrik tenaga surya di Indonesia dengan investasi US$ 1 miliar atau sekitar Rp 8,5 triliun.“Mereka (Sharp) akan jajaki mana lokasi yang tepat,” kata Jero di Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Bali, Sabtu (19 November 2011).

 Di Tailand pabrikan Jepang memiliki proyek di kawasan seluas 160 ha yang dipasangi panel surya. Hasilnya listrik 73 MW (megawatt) dengan harga US$ 23 sen per kwh.  Seperti dingkapkan Bagenda, listrik tenaga surya ini biayanya jauh lebih murah dibandingkan dengan listrik pembangkit berbahan bakar BBM. Setelah masa depresiasinya selesai, nilainya menjadi US$ 3-5 sen per kwh.

Sumber : media idustri 04 2011

Namun produk solar cell  LEN dan Sharp , bukanlah produk yang murah. Jadi untuk pasar global dimana harga adalah senjata utama , panel yang paling murah  untuk dimiliki tiap tiap rumah tangga adalah produk china . Sebagai negara terbesar penghasil panel surya dunia.

Kemana pasar Solar Cell LEN dan SHARP, tentu saja bagi peminat yang harga bukanlah masalah dan ketika kualitas adalah jaminan. Dan tentu saja untuk mengegolkan tender PLTS / SHS karena memiliki SNI. Maklumlah beda harga beda barang. Sudah bukan rahasia lagi kalau produk china memiliki output tidak mencapai 100% dari yang tertera di panel. Kalau garansi semua pabrikan / marketing akan memberikan garansi fungsi  minimal 4 tahun lebih untuk aplikasi normal  panel  15 tahun hingga 25 tahun.

Selebihnya performa panel menurun, bingkai almuniumnya sudah keropos teroksidasi, berikut sambungan antar CELL dan output daya melemah karena muka panel sudah kusam terkena cuaca dan lumutan. Jadi siapapun yang mengaplikasi panelsurya harus menghitung nilai penyusutan  hingga pada akhirnya menjadi 0 rupiah. Dan tentu saja perlu mengganti yang baru setiap 25 tahun sekali .

Jadi perlu hati-hati  dengan maraknya pasar PANEL SURYA IMPOR BEKAS di dalam negeri yang dikalim masih memiliki output 80%.